Sejarah

Sepenggal Kisah Arung Palakka Muda Saat Hidup di Istana Kerajaan Gowa

Puatta Latenritatta Daeng Serang Datu Marioriwawo Arung Palakka Petta Malampéé Gemme’na Petta Torisompaé Sultan Sa’aduddin menggantikan pamannya yaitu Puatta La Maddaremmeng Matinroe ri Bukaka sebagai Mangkau ri Bone. Puatta La Tenritatta Arung Palakka adalah putra dari La Potobune’ To Baé Arung Tanatengnga Datu Laumpulle’ dari istri yang bernama We Tenrisui Datu Marioriwawo. Ibunda dari La Tenritatta Arung Palakka adalah putri dari Puatta La Tenri Ruwa Arung Palakka Matinroe ri Bantaeng Mangkau ri Bone dari istrinya yg bernama We Baji I Dangke’ Lébaé ri Marioriwawo.

Pada umur 11 tahun, pasca kekalahan Kerajaan Bone dari Kerajaan Gowa pada Perang Pasémpe’, Puatta La Tenritatta Arung Palakka beserta kedua orangtuanya ditawan dan dibawa ke Gowa dengan status tawanan perang. Beliau bersama kedua orangtuanya dan tiga orang lainnya diambil oleh Karaéng ri Gowa (Raja Gowa Sultan Malikussaid). Arung Palakka muda hidup di dalam kompleks istana Kerajaan Gowa. Begitu pula dengan keluarga beliau, juga ditempatkan di istana Gowa. Puatta Datué Lompulle’ (ayahanda Puatta La Tenritatta) disuruh membuat pondok di belakang istana. Kemudian ditunjukkan tanah untuk garapannya sebagai sumber kehidupan. Adapun sang istri yaitu Datu Marioriwawo (ibunda Puatta La Tenritatta) berbakti menjadi pelayan di dalam istana yang mengurus dapur untuk menyiapkan makanan sehari-hari untuk Raja Gowa Sultan Malikussaid.

Umur Puatta La Tenritatta Arung Pallakka adalah masih kanak-kanak saat beliau kerapkali menjadi pengapit/pengawal Raja Gowa atau membawa tombak Raja Gowa saat dalam perjalanan. Peran itu dilakukannya bersama sang ayahanda. Oleh karena itu Puatta La Tenritatta Arung Pallakka sudah mengetahui tata cara ketika hidup di Istana Raja Gowa. Itulah alasannya mengapa Puatta La Tenritatta Arung Pallakka diberi nama Daeng Serang.

Puatta La Tenritatta Arung Pallakka memiliki sifat mulia sehingga banyak pangeran-pangeran / anak Karaeng sebayanya bersahabat dan akrab serta nyaman dengannya. Tumabbicara Butta Karaeng Pattingaloang kemudian mengangkatnya sebagai pendamping serta mengajarinya pengetahuan adat-istiadat Gowa. Begitupula para Karaeng dan Dewan Adat Bate Salapang secara bergantian selalu mengajaknya turut serta dalam bepergian.

Sumber: Lontara Sakke’ Attorioloang Bone (Transliterasi dan terjemahan oleh Muhlis Hadrawi, et al, 2020).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button