GOWA — Terdakwa kasus uang palsu, Annar Salahuddin Sampetoding, dengan tegas membantah tuduhan kepemilikan surat berharga negara (SBN) senilai Rp700 triliun. Ia juga menyangkal telah menendang sesama terdakwa, Syahruna, saat berada di depan Polres Gowa.
Pernyataan tersebut disampaikan Annar usai menjalani sidang pemeriksaan saksi ahli dan saksi yang meringankan di Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (30/7/2025) petang.
“Saya menangis kemarin karena bukti-bukti di sidang itu hasil rekayasa. Kalau saya punya Rp700 triliun, saya pasti sudah jadi presiden,” ujar Annar dengan suara tinggi.
Mengaku Jadi Korban Kriminalisasi
Annar merasa dirinya telah menjadi korban kriminalisasi. Ia menyayangkan sempat dituduh sebagai buron padahal belum pernah diperiksa secara resmi oleh pihak kepolisian.
“Saya datang sendiri ke Polres Gowa. Tidak ditangkap. Saya ini keturunan raja-raja, tidak mungkin saya lari,” tegasnya.
Ia juga mengaku merasa dijebak dan dipermainkan dalam proses hukum yang menjeratnya. Karena itu, ia berencana melaporkan sejumlah oknum aparat ke Divisi Propam.
“Saya akan laporkan ke Propam, termasuk mantan Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan dan mantan Kapolres Gowa AKBP Reonald Simanjuntak,” jelasnya.
Bantah Terlibat Sindikat dan Punya SBN
Sebagai pengusaha dan politikus, Annar menyatakan tidak pernah memproduksi ataupun mengedarkan uang palsu. Ia juga menolak tuduhan bahwa dirinya memiliki SBN senilai ratusan triliun rupiah.
“Saya tidak pernah pegang SBN Rp700 triliun. Itu semua fitnah. Bahkan bukti yang diajukan cuma fotokopi, tapi tetap dipakai di pengadilan. Ini jelas mencemarkan nama baik saya,” katanya.
Klarifikasi Insiden di Depan Polres Gowa
Annar juga menanggapi isu viral soal dirinya yang dituduh menendang Syahruna saat sidang lapangan. Ia menyebut kabar tersebut tidak benar.
“Itu bukan Syahruna, tapi John yang kesulitan naik ke mobil tahanan karena sudah tua. Saya bantu dia dengan kaki, bukan tendang. Kalau pakai tangan nanti malah dibilang macam-macam,” jelas Annar.
Tegaskan Tidak Ada Bukti Kuat
Annar menegaskan tidak ada bukti yang bisa mengaitkan dirinya dengan kasus ini. Ia menyebut semua tuduhan adalah hasil rekayasa.
“Ini jelas kriminalisasi. Saya orang Sulsel, tidak mungkin lari. Saya punya banyak keluarga polisi. Kalau mereka punya masalah saja saya bela, apalagi saya sendiri diperlakukan begini. Ini betul-betul penghancuran nama baik,” ucapnya.
Sidang Diikuti Banyak Terdakwa
Sidang sindikat uang palsu ini dipimpin oleh hakim ketua Dyan Martha Budhinugraeny, bersama dua hakim anggota, Yenny Wahyuningtyas dan Syahbuddin. Dua jaksa, Basri Baco dan Aria Perkasa, hadir dalam persidangan.
Annar didampingi tiga kuasa hukum, yakni Sultani, Ashar Hasanuddin, dan Andi Jamal Kamaruddin.
Ada tujuh terdakwa yang hadir dalam sidang. Di antaranya:
- Ambo Ala, menjalani pembacaan tuntutan.
- Andi Ibrahim, eks Kepala Perpustakaan UIN Alauddin, juga dijadwalkan dituntut, tapi sidangnya ditunda.
- Satariah dan Sukmawati, agenda saksi meringankan juga ditunda.
- Syahruna dan John Biliater, menjalani sidang saksi meringankan.
- Annar Salahuddin, jalani pemeriksaan saksi ahli.
Dua Lokasi Produksi Uang Palsu
Penyidikan menemukan dua lokasi utama produksi uang palsu. Yakni rumah pribadi Annar di Jalan Sunu, Makassar dan gedung perpustakaan Kampus II UIN Alauddin Makassar di Jl HM Yasin Limpo, Gowa.
Kasus ini menyeret total 15 terdakwa. Mereka adalah:
- Ambo Ala
- John Bliater Panjaitan
- Muhammad Syahruna
- Andi Ibrahim (Kepala Perpustakaan UIN)
- Mubin Nasir (honorer UIN)
- Sattariah Andi Haeruddin (pegawai BRI)
- Irfandi (pegawai BNI)
- Sri Wahyudi
- Muhammad Manggabarani (ASN Infokom Sulbar)
- Satriadi (ASN DPRD Sulbar)
- Sukmawati (guru PNS)
- Ilham
- Annar Salahuddin Sampetoding (pengusaha/politikus)
- Kamarang
- Dan satu terdakwa lainnya
Proses hukum masih terus berjalan. Publik menanti pembuktian di sidang berikutnya. Polisi dan pengadilan pun dituntut berlaku transparan dalam menyelesaikan perkara besar ini.



